Rabu, 14 April 2010

Remaja AS dan Eropa Mulai Seks Usia 15

Survei pada 24 negara di Amerika Utara dan Eropa menunjukkan bahwa perilaku seks remaja sudah dimulai sejak usia 15 tahun. Survei dilakukan kepada 33.943 di 24 negara dan dikerjakan Service Medical du Rectorat de Toulouse tersebut, menunjukkan 13,2 % remaja berperilaku seks aktif semenjak usia 15 tahun dan tidak menggunakan alat kontrasepsi. Sementara 82% lainnya, menggunakan alat kontrasepsi.
Dr Emmanuelle Godeau dari Service Medical du Rectorat de Toulouse menyatakan, mayoritas remaja AS dan Eropa bertanggung jawab dalam melakukan perilaku seksnya. "Melindungi diri mereka sendiri dan rekannya untuk mencegah kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi kondom atau pil," katanya.
Meski demikian, menurut Emmanuelle, di beberapa negara masih diperlukan promosi perilaku seks yang lebih bertanggung jawab pada remaja. Prosentase remaja usia 15 tahun yang menyatakan hubungan seksual (intercourse) bervariasi pada beberapa negara, antara 14,1% di Kroasia hingga 37,6% di Inggris.
Remaja pria lebih condong melakukan perilaku seksual intercourse ketimbang remaja perempuan. Kondom merupakan alat kontrasepsi yang paling populer di antara mereka. Bagaimanapun presentasi penggunaan kondom pun bervariasi dan berbeda di tiap negara, mulai 53% di Swedia dan 89% di Yunani.
"Kondom meskipun bukan metode terbaik untuk mencegah kehamilan, namun bisa melindungi penularan penyakit seksual. Angka kegagalan kondom mencegah kehamilan pada tahun pertama penggunaan sebanyak 14,5%," katanya.
Sedangkan pil kontrasepsi, lanjutnya, merupakan alat kontrasepsi kedua yang paling banyak digunakan oleh remaja yang disurvei tersebut. Sama dengan halnya kondom, penggunaan pil pun beragam dari berbagai negara, mulai 3% di Kroasia hingga 48% di Belgia dan Belanda.
Penggunaan keduanya yakni kondom dan pil, juga relatif sering dilakukan oleh remaja AS dan Eropa. Yakni mulai 2,6% di Kroasia dan 28,8% di Kanada. Sedangkan di Eropa Utara dan Barat, penggunaan pil kontrasepsi adalah sesuatu yang tidak umum.
"Ini nampak seperti ada pola berdasarkan geografi dalam penggunaan alat kontrasepsi. Hasil survei menunjukkan bahwa presentasi penggunaan alat kontrasepsi tertinggi dan efektif adalah di Eropa Barat," paparnya.
Menurut dia, tidak ada negara dari Eropa Tengah atau Timur, dengan pengecualian Masedonia, yang memiliki presentasi tinggi penggunaan alat kontrasepsi. Sehingga remaja-remaja di sana kurang terlindungi dengan baik.
Dr John Santelli dari Universitas Kolumbia, New York menyatakan hasil survei tersebut memang rasional. Dengan tingkat penggunaan alat kontrasepsi yang tinggi, maka angka kehamilan pada usia remaja menjadi rendah seperti yang terjadi di Belanda.
"Negara ini secara kuat menerima pesan bahwa penggunaan alat kontrasepsi harus dipastikan bisa diakses oleh remaja. Serta mereka juga harus mendapatkan pendidikan seks secara benar," paparnya. "Contoh tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab. Yakni perilaku seksual remaja pasti selalu memberi konsekuensi jangka pendek maupun panjang," lanjutnya.
Sementara di Australia, dilaporkan bahwa satu dari lima remaja perempuan secara sengaja mengakses pornografi melalui internet yang mendorong mereka untuk menirunya. Sementara sepertiga remaja mengaku, sering diganggu atau digoda seseorang yang sedang online. Ahli Psikologi Remaja, Dr Michael Carr Gregg menyatakan, beberapa remaja perempuan telah melakukan perilaku seksual meniru dari apa yang dilihatnya di internet.
"Ilusi dunia maya itu memberikan mereka keberanian untuk mempraktekkan di dunia nyata. Saya berpikir hasil survei telah membuka mata kita. Bahwa situasi remaja kita sudah semakin buruk," tuturnya.
Survei di Negara Australia ini, diikuti oleh 800 remaja perempuan dengan usia 12-18 tahun melalui situs web yang dilakukan selama satu tahun. Survei ini menemukan bahwa 25% dari remaja itu merasa diganggu dan digoda secara online. Sedangkan, lebih dari 40% mengaku telah diminta untuk mengirimkan gambar telanjang foto dirinya atau setengah telanjang melalui internet.
sumber: http://www.suaramerdeka.com/cybernews/

Seksualitas Remaja Indonesia

Oleh: Siti Rokhmawati Darwisyah 
Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%) (LDFEUI & NFPCB, 1999a:92).
Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (LDFEUI & NFPCB, 1999b:14).
Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi

Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa.

Kebanyak orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain (Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997).
Keengganan para orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hasil pre-test materi dasar Reproduksi Sehat Anak dan Remaja (RSAR) di Jakarta Timur (perkotaan) dan Lembang (pedesaan) menunjukkan bahwa apabila orang tua merasa meiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, mereka lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks (Iskandar, 1997:3).
Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Iskandar, 1997:1).
Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi

Responden survei remaja di empat propinsi yang dilakukan pada tahun 1998 memperlihatkan sikap yang sedikit berbeda
dalam memandang hubungan seks di luar nikah. Ada 2,2% responden setuju apabila laki-laki berhubungan seks sebelum
menikah. Angka ini menurun menjadi 1% bila ditanya sikap mereka terhadap perempuan yang berhubungan seks sebelum menikah. Jika hubungan seks dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, maka responden yang setuju menjadi 8,6%. Jika mereka berencana untuk menikah, responden yang setuju kembali bertambah menjadi 12,5% (LDFEUI & NFPCB, 1999a:96-97).

Sebuah studi yang dilakukan LDFEUI di 13 propinsi di Indonesia (Hatmadji dan Rochani, 1993) menemukan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa pengetahuan mengenai kontrasepsi sudah harus dimiliki sebelum menikah.
Perilaku Seksual Remaja

Survei remaja di empat propinsi kembali melaporkan bahwa ada 2,9% remaja yang telah seksual aktif. Persentase remaja
yang telah mempraktikkan seks pra-nikah terdiri dari 3,4% remaja putra dan 2,3% remaja putri (LDFEUI & NFPCB,
1999:101). Sebuah survei terhadap pelajar SMU di Manado, melaporkan persentase yang lebih tinggi, yaitu 20% pada remaja putra dan 6% pada remaja putri (Utomo, dkk., 1998).

Sebuah studi di Bali menemukan bahwa 4,4% remaja putri di perkotaan telah seksual aktif. Studi di Jawa Barat menemukan perbedaan antara remaja putri di perkotaan dan pedesaan yang telah seksual aktif yaitu berturut-turut 1,3% dan 1,4% (Kristanti & Depkes, 1996: Tabel 8b).
Sebuah studi kualitatif di perkotaan Banjarmasin dan pedesaan Mandiair melaporkan bahwa interval 8-10 tahun adalah
rata-rata jarak antara usia pertama kali berhubungan seks dan usia pada saat menikah pada remaja putra, sedangkan pada remaja putri interval tersebut adalah 4-6 tahun (Saifuddin dkk, 1997:78).

Tentu saja angka-angka tersebut belum tentu menggambarkan kejadian yang sebenarnya, mengingat masalah seksualitas termasuk masalah sensitif sehingga tidak setiap orang bersedia mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila angka sebenarnya jauh lebih besar daripada yang dilaporkan.
Daftar Pustaka

Iskandar, Meiwita B. "Hasil Uji Coba Modul Reproduksi Sehata Anak & Remaja untuk Orang Tua." Makalah pada Lokakarya Penyusunan Rencana Pengembangan Media, diselenggarakan oleh PKBI, Jakarta, 20-21 Mei 1997.

Kristanti, Ch. M dan Depkes. Status Kesehatan Remaja Propinsi Jawa Barat dan Bali: Laporan Penelitian 1995/1996. Jakarta: Depkes-Binkesmas-Binkesga, 1996.
LDFEUI dan NFPCB. Baseline Survey of Young Adult Reproductive Welfare in Indonesia 1998/1999 Book I. Jakarta: LDFEUI dan NFPCB, Juli 1999a.
LDFEUI dan NFPCB. Baseline Survey of Young Adult Reproductive Welfare in Indonesia 1998/1999. Executive Summary and Recommendation Program. Jakarta: LDFEUI dan NFPCB, Juli 1999b.
Rosdiana, D. Pokok-Pokok Pikiran Pendidikan Seks untuk Remaja. Dalam N. Kollman (ed). Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1998:9-20.
Saifuddin, A. F., dkk. Perilaku Seksual Remaja di Kota dan di Desa: Kasus Kalimantan Selatan. Depok: Laboratorium Antropologi, FISIP-UI, 1997.
Utomo, B., Haryanto B. Dharmaputra, D. Hartono, R. Makalew, dan J. Moran Mills. Baseline STD/HIV/Risk Behavioral Surveillance 1996: Result from the Cities of North Jakarta, Surabaya, and Manado. Jakarta: Center for Health Research University of Indonesia, the Ministry of Health RI, dan HAPP/Family Health International, 1998.

Mengapa Gadis Kota Melakukan Seks Pra Nikah?

Lumrahkah gadis kota melakukan seks pra nikah? Kabarnya, gadis-gadis tersebut memang suka dengan seks. Akibatnya risiko PMS tertinggi diderita mereka. Penemuan terbaru Dr Jan E. Paradise dari Boston University School of Medicine, Massachussetts, pada risetnya yang terbaru. Seperti yang diungkapkannya pada Reuters Health, Paradise mengetahui kenyataan ini saat meneliti tentang bagaimana mengedukasi para remaja yang aktif secara seksual untuk mengurangi risiko tertular PMS (Penyakit Menular Seksual).
Bukan tanpa alasan wanita doktor ini meneliti hal itu. Pasalnya, risiko PMS paling tinggi ternyata diderita oleh generasi berusia 15-30 tahun. Bersama rekan-rekan sekerja, Paradise membagikan kuesioner kepada 197 remaja berusia 14 tahun ke atas yang sedang mengunjungi klinik remaja di daerah urban. Cewek-cewek itu ditanyai berbagai pertanyaan, termasuk di antaranya kegiatan seksual mereka serta apa saja yang memotivasi mereka untuk berhubungan intim. Hasil riset ini, lantas dipublikasikan di Journal of Adolescent Health.
Ada juga yang masih perawan
Yang melegakan, rupanya tak semua gadis remaja itu pernah melakukan hubungan intim. Empat puluh dari mereka mengatakan bahwa mereka masih 'tingting' alias perawan. Lalu, 25 orang lagi bilang bahwa mereka sebenarnya sudah tidak perawan, tapi sudah tiga bulan terakhir ini tidak melakukan hubungan intim. Tapi, mayoritas responden, atau 132 orang, terus terang mengungkapkan bahwa mereka adalah pelaku aktif seksual.
Seperti yang telah disebutkan di atas, alasan para gadis belia itu untuk berseks-ria adalah karena suka atau cinta pada pasangannya. Sementara itu, sepertiga dari responden yang pernah melakukan hubungan seksual mengaku bahwa mereka bersanggama karena menyukai seks itu sendiri.
Tapi, apakah alasan mereka yang masih perawan atau sedang tidak aktif secara seksual dalam menghindari hubungan intim? Sungguh tak dinyana, alasannya ternyata didasari oleh kepercayaan pribadi mereka sendiri. Misalnya, yang perawan dan bukan pelaku aktif seksual menyebutkan bahwa tiga alasan utama mereka adalah 'bukan hal yang benar bagi saya sekarang' (perawan=82%, bukan pelaku aktif=50%), 'menunggu sampai saya lebih dewasa' (69% vs 8%), dan 'menunggu sampai saya menikah' (67% vs 38%). Selain itu, 23% perawan dan 13% bukan pelaku aktif menyatakan bahwa 'hal itu bertentangan dengan agama saya' sebagai alasan mereka tidak melakukan hubungan intim.
Bandingkan pernyataan itu dengan dua alasan terbesar teman-teman sebaya mereka yang giat melakukan hubungan intim, yaitu 'Habis, saya suka/cinta dia, sih' (86%) dan 'Habis, saya emang suka bersenggama'.
Paradise sendiri mengharapkan, hasil penelitian ini akan memudahkan pengembangan pendidikan seks bagi remaja - terutama dalam upaya mencegah PMS. Oleh sebab itu, edukasi tentang 'penggunaan kondom' dan 'membatasi jumlah pria yang menjadi pasangan seks' mutlak diperlukan.
"Usaha-usaha untuk berbicara dengan mereka agar tahu waktu yang tepat untuk berhubungan intim dan apa maknanya suatu hubungan yang serius serta komit, mungkin bisa jadi strategi yang menolong," kata Paradise lagi.
sumber: Satuwanita

Budaya Populer Pengaruhi Pola Pikir Remaja soal Seks

Pada akhirnya remaja mengakui bahwa orangtua mereka berpengaruh dalam membentuk pemikiran mereka soal seks. Sikap orangtua berpengaruh bagi mereka terutama dalam penentuan sikap sang remaja. Pengakuan tersebut merupakan hasil survei yang baru-baru ini dilakukan terhadap remaja Amerika yang tinggal di Washington.
"Saat anak-anak mulai berangkat remaja dan keinginan seks datang, banyak orangtua merasa kehilangan anak-anaknya karena mereka sulit untuk dijauhkan dari budaya populer yang lebih mudah menjangkau mereka. Tetapi survei yang dilakukan petugas Kampanye Nasional untuk Pencegahan Kehamilan pada Remaja justru bertolak belakang," demikian aku petugas tersebut dalam laporan mereka.
Walau para remaja mengakui pengaruh teman masih sedemikian kuat juga. Para gadis mengakui tekanan dari pasangan mereka masih kuat. Sedangkan remaja pria mengakui teman masih merupakan unsur dominan.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan selama kampanye tersebut ada hasil mengejutkan, bahwa untuk urusan skes ini remaja masih banyak mendapat pengaruh dari orangtua sebesar 38 persen. Dan sebagian lagi sekitar 32 persen mengaku mendapat pengaruh dari teman untuk memutuskan segala sesuatu.
Sementara itu sekitar 50 persen orangtua justru menganggap remaja mereka mudah terpengaruh untuk melakukan hubungan seks pertama kali dari teman-temannya.
Para remaja mengakui teman memang sangat berpengaruh dalam menentukan pola pikir dan sikap mereka. Sekitar 94 persen mengakui, pengaruh teman setidaknya berperan dalam dalam hal cara berpikir untuk melakukan hubungan seks
Tetapi tekanan pengaruh yang diterima remaja pria dan wanita berbeda. Sekitar 37 persen remaja wanita mengaku sering mendapat tekanan dari pasangannya. Sementara 45 persen remaja pria mendapat pengaruh dari teman-temannya, hanya sekitar 19 persen yang mengaku mendapat pengaruh dari pasangannya.
"Karena itu hal yang paling diprioritaskan adalah melakukan penyuluhan terhadap remaja pria. Saat ini masih ada pendapat keliru bahwa kehamilan remaja hanya merupakan problem remaja wanita. Padahal kehamilan itu terjadi karena peran pasangannya," ujar Bill Albert salah satu petugas kampanye untuk mencegah kehamilan remaja.
Berkat kampanye yang sering dilakukan setiap tahun, maka angka kelahiran dari remaja wanita turun sampai 20 persen sejak tahun 1991. Berkat penyuluhan yang sering dilakukan petugas, didapat hasil cukup memuaskan bahwa remaja dan dewasa muda semakin takut berhubungan seks dengan alasan terkena AIDS atau penyakit menular seksual lainnya.
Survei juga menemukan suatu bukti baru yang cukup memuaskan. Bahwa sebagian besar remaja dan dewasa muda berpikir bahwa sebaiknya remaja menunda waktu hubungan seks pertama mereka hingga saat yang tepat.
"Argumen seru yang terjadi di kalangan muda akan menjadi strategi yang efektif dengan disertai tindakan upaya pencegahan dan kampanye pemakaian alat kontrasepsi."
Secara spesifik, sekitar 73 persen orang dewasa dan 56 persen remaja mengakui remaja sebaiknya tidak melakukan hubungan seks. Tetapi jika pun mereka sudah mengakuinya, harus mendapat akses dan aktif dilibatkan dalam program keluarga berencana.
Sementara itu 50 persen orang dewasa dan 18 persen remaja mengatakan harus ada tindakan tegas bagi remaja yang nekat melakukan hubungan seks secara bebas. Sedangkan sekitar 12 persen orang dewasa dan 25 persen remaja terlihat lebih liberal. Mereka mengatakan remaja boleh melakukan kehendak mereka soal hubungan seks sepanjang akses untuk memperoleh layanan kesehatan juga terbuka lebar bagi mereka.
Pendukung program keluarga berencana sebesar 24 persen remaja dan 28 persen orang dewasa, mengatakan optimistis berbagai penyuluhan bisa mencegah tindakan remaja untuk berbuat nekat.
Survei di atas dilakukan petugas kampanye di Washington sejak Januari sampai Februari 2001 terhadap 1.002 remaja usia 12 sampai 19 tahun dan 1.024 orang dewasa. Menurut petugas, tingkat kesalahan terhadap survei itu hanya sekitar 3 persen.
sumber: Satuwanita

Apa itu Penyakit Menular Seksual?

Apa yang dimaksud dengan PMS?
PMS adalah singkatan dari Penyakit Menular Seksual, yang berarti suatu infeksi atau penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal atau lewat vagina).
PMS juga diartikan sebagai penyakit kelamin, atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Harus diperhatikan bahwa PMS menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.
Contohnya, baik HIV/AIDS dan Hepatitis B dapat ditularkan melalui hubungan seks tapi keduanya tidak terlalu menyerang alat kelamin.
Mengapa kita membutuhkan informasi tentang PMS?
Jika kita melakukan hubungan seksual dengan orang lain, walaupun hanya sekali, kita dapat terkena PMS.
Apa hubungan organ-organ reproduksi dengan PMS?
Kebanyakan PMS membahayakan organ-organ reproduksi. Pada wanita, PMS menghancurkan diding vagina atau leher rahim, biasanya tanpa tanda-tanda infeksi. Pada pria, yang terinfeksi lebih dulu adalah saluran air kencing. Jika PMS tidak diobati dapat menyebabkan keluarnya cairan yang tidak normal dari penis dan berakibat sakit pada waktu buang air kecil. PMS yang tidak diobati dapat mempengaruhi organ-organ reproduksi bagian dalam dan menyebabkan kemandulan baik pada pria atau wanita.
Bagian tubuh mana yang dapat terpengaruh PMS?            
Pada wanita
Saluran indung telur
Indung telur
rahim
kandung kencing
leher rahim
vagina
saluran kencing
anus
Pada pria:
kandung kencing
vas deferens
prostat
penis
epididymis
testicle
saluran kencing
kantung zakar
seminal vesicle
anus
Apa bahaya PMS?
Ada beberapa bahaya PMS, yaitu:
  • Kebanyakan PMS dapat menyebabkan kita sakit
  • Beberapa PMS dapat menyebabkan kemandulan
  • Beberapa PMS dapat menyebabkan keguguran
  • PMS dapat menyebabkan kanker leher rahim
  • Beberapa PMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati
  • PMS dapat menular kepada bayi
  • PMS dapat menyebabkan kita rentan terhadap HIV/AIDS
  • Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan
  • Beberapa PMS seperti halnya HIV/AIDS dan Hepatitis B dapat menyebabkan kematian.
Apa saja tipe-tipe PMS?
Ada banyak jenis PMS. Yang paling umum dan paling penting untuk diperhatikan adalah:
  • Gonore
  • Klamidia
  • Herpes Kelamin
  • Sifilis
  • Hepatitis B
  • HIV/AIDS
Pada saat ini, klamidia lebih banyak diperhatikan. Seperti halnya gonore, klamidia dapat menyebabkan kemandulan. Herpes menyebabkan gejala-gejala yang bisa muncul dan hilang seumur hidup. Sifilis dapat menyebabkan kerusakan yang berat jika tidak diobati. Sementara AIDS, yang disebabkan oleh HIV menghancurkan sistem kekebalan tubuh, membuat orang sakit dan bahkan meninggal.
Dapatkah PMS disembuhkan?
Tidak semua PMS dapat disembuhkan. PMS yang disebabkan oleh virus, seperti HIV/AIDS, herpes kelamin dan Hepatitis B adalah contoh PMS yang tidak dapat disembuhkan. HIV/AIDS merupakan yang paling berbahaya. HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan dan merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang memiliki peranan paling penting dalam melawan penyakit. Banyak orang meninggal karena AIDS disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh mereka tidak dapat melawan infeksi. 
Herpes kelamin memiliki gejala yang muncul-hilang dan bisa terasa sangat sakit jika penyakit tsb sedang aktif. Pada herpes, obat-obatan hanya bisa digunakan untuk mengobati gejala saja, tapi virus yang menyebabkan herpes tetap hidup di dalam tubuh selamanya.
Apakah setiap PMS memiliki gejala?
Tidak!
Terkadang, PMS tidak menunjukkan gejala sama sekali, sehingga kita tidak tahu kalau kita sudah terinfeksi. PMS dapat bersifat asymptomatic (tidak memiliki gejala) baik pada pria atau wanita. Beberapa PMS baru menunjukkan tanda-tanda dan gejala berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah terinfeksi.
Pada wanita, PMS bahkan tidak dapat terdeteksi. Walaupun seseorang tidak menunjukkan gejala-gejala terinfeksi PMS, dan tidak mengetahui bahwa mereka terkena PMS, mereka tetap bisa menulari orang lain.
Orang yang terinfeksi HIV biasanya tidak menunjukkan gejala setelah bertahun-tahun terinfeksi. Tidak seorangpun dapat menentukan apakah betul atau tidak seseorang terinfeksi hanya berdasarkan penampilannya saja. Walaupun orang tsb mungkin terlihat sehat, mereka masih bisa menularkan HIV kepada orang lain. Kadang, orang yang sudah terinfeksi HIV tidak sadar bahwa mereka mengidap virus tsb, karena mereka merasa sehat dan bisa tetap aktif. Hanya tes laboratorium yang dapat menunjukkan seseorang telah terinfeksi HIV atau tidak.
Apa gejala PMS yang paling umum?
PMS kadang tidak memiliki gejala. Gejala yang mungkin muncul termasuk:
  • Keluar Cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis. Pada wanita, terjadi peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi lebih putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerahmudaan. Keputihan bisa memiliki bau yang tidak sedap dan berlendir.
  • Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing, biasanya disebabkan oleh PMS. Pada wanita, beberapa gejala dapat disebabkan oleh PMS tapi juga disebabkan oleh infeksi kandung kencing yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
  • Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka tersebut dapat terasa sakit atau tidak.
  • Tonjolan kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin
  • Kemerahan di sekitar alat kelamin
  • Pada pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar
  • Rasa sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak berhubungan dengan menstruasi
  • Bercak darah setelah hubungan seksual
Berikut tabel gejala umum PMS
Gejala
Perempuan
Laki-laki
Luka
Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekitar alat kelamin, anus, mulut atau bagian tubuh yang lain. Tonjolan kecil-kecil, diikuti luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin
Cairan tidak normal
Cairan dari vagina bisa gatal, kekuningan, kehijauan, berbau atau berlendir. Duhtubuh bisa juga keluar dari anus.
Cairan bening atau berwarna berasal dari pembukaan kepala penis atau anus.
Sakit pada saat bunag air kecil
PMS pada wanita biasanya tidak menyebabkan sakit atau burning urination
Rasa terbakar atau rasa sakit selama atau setelah urination terkadang diikuti dengan duhtubuh dari penis
Perubahan warna kulit
terutama di bagian telapak tangan atau kaki. Perubahan bias menyebar ke seluruh bagian tubuh
Tonjolan seperti jengger ayam
Tumbuh tomjolan seperti jengger ayam di sekitar alat kelamin
Sakit pada bagian bawah perut
Rasa sakit yang muncul dan hilang, yang tidak berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran reproduksi (infeksi yang telah berpindah ke bagian dalam system reproduksi, termasuk servik, tuba falopi, dan ovarium)
Kemerahan
Kemerahan pada sekitar alat kelamin, atau diantara kaki
Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong zakar
Gejala lain dari HIV/AIDS
  • Demam
  • Keringat malam
  • Sakit kepala
  • Kemerahan di ketiak, paha atau leher
  • Mencret yang terus menerus
  • Penurunan berat badan secara cepat
  • Batuk, dengan atau tanpa darah
  • Bintik ungu kebiruan pada kulit

Walaupun seseorang mungkin mengalami beberapa dari gejala-gejala tersebut, diperhatikan bahwa penyakit yang lain juga dapat menyebabkan gejala-gejala ini. Jika muncul gejala-gejala tersebut, lebih baik dikonsultasikan dengan dokter secepatnya.
Bagaimana kita bisa terinfeksi PMS?
Kebanyakan PMS didapat dari hubungan seks yang tidak aman. Yang dimaksud dengan seks yang tidak aman, adalah:
  • Melakukan hubungan seksual lewat vagina tanpa kondom (penis di dalam vagina)
  • Melakukan hubungan seksual lewat anus tanpa kondom (penis di dalam anus)
  • Hubugan seksual lewat oral atau karaoke (penis di dalam mulut tanpa kondom atau mulut menyentuh alat kelamin wanita)
Adakah cara lain orang dapat tertular PMS?
Cara lain seseorang dapat tertular PMS juga melalui:
Darah
Dari tansfusi darah yang terinfeksi, menggunakan jarum suntik bersama, atau benda tajam lainnya ke bagian tubuh untuk menggunakan obat atau membuat tato.  
Ibu hamil kepada bayinya
Penularan selama kehamilan, selama proses kelahiran. Setelah lahir, HIV bisa menular melalui menyusui.
Jadi Selain cara di atas, PMS tidak menular?
Ya.
PMS tidak menular melalui:
  • Duduk bersebelahan dengan penderita PMS
  • Penggunaan toilet bersama penderita
  • Bekerja terlalu keras
  • Menggunakan kolam renang umum, pemandian air panas atau sauna bersama
  • Berjabatan tangan dengan penderita
  • Bersin-bersin
  • Keringat
PMS sering ditemukan pada cairan seksual (cairan vagina dan sperma) dan darah. PMS ditularkan saat cairan seksual dari orang yang terinfeksi memasuki tubuh orang lain.
Kenapa perempuan lebih berisiko tertular PMS dari pada pria?
Perempuan lebih rentan tertular PMS dibandingkan dengan laki-laki. Alasan utamanya adalah:
  • Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh PMS, maka perempuan tsb pun bisa terinfeksi
  • Jika perempuan terinfeksi PMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi
  • Banyak orang -- khususnya perempuan dan remaja -- enggan untuk mencari pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka menderita PMS.
Bagaimana Akibat buruk PMS bagi seseorang?
Jika dibiarkan saja tanpa ditangani, PMS dapat menghancurkan orang yang terinfeksi, seperti:
  • Kemandulan baik pria atau wanita
  • Kanker leher rahim pada wanita
  • Kehamilan di luar rahim
  • Infeksi yang menyebar
  • Bayi lahir dengan kelahiran yang tidak seharusnya, seperti lahir sebelum cukup umur, berat badan lahir rendah, atau terinfeksi PMS
  • Infeksi HIV
(Sumber:  UNAIDS dan WHO 1998, Alan Guttmacher Institute 1998).

UNJUSTICE

ODHA
"Antara Diskriminasi dan Membawa Perubahan"

ODHA merupakan singkatan dari orang dengan HIV/AIDS atau seringkali disebut HIV positif . Masyarakat saat ini sudah tidak asing lagi dengan istilah ini . Selama ini seorang ODHA masih mendapat stigma dan diskriminasi buruk dari sebagian masyarakat . Hal ini terjadi akibat pengetahuan kita tentang HIV/AIDS belum tersosialisasikan dengan benar di masyarakat . Seringkali da pengetahuan yang salah di masyarakat , misalnya orang percaya bahwa batuk/flu atau bersentuhan badan dengan penderita AIDS dapa menularkan HIV .

Bentuk stigma dan diskriminasi yang dilakukan antara lain :

1 . Tidak diterima di intansi manapun bila diketahui seorang ODHA
2 . Terancam di kucilkan dari teman , keluarga dan masyarakat
3 . Ancaman fisik seperti di usir , disingkirkan dari tempat tinggal dsb .
4 . Dianggap sebagai orang yang kotor Sebenarnya ODHA tidak perlu didiskriminasi karena ODHA juga manusia biasa seperti kita yang ingin punya teman , bergaul dan bekerja .

Selain itu , IV dalamtubuhnya tidak mudah menular . Dengan stigma dan diskriminasi yang dilakukan dapat menghambat program pencegahan HIV karena orang menjadi takut berbicara tentang HIV dan ODHA lebih memilih bungkam dengan penyakitnya . Perlu diketahui semua orang berpeluang terkena virus HIV , karena HIV dapat tertular akibat perilaku kita maupun pasangan kita . Keuntungan bila kita tidak melakukan diskriminasi ialah ODHA akan memililki keberanian untuk menceritakan kondisinya kepada semua orang terutama teman , keluarga dan pasangan . Hal ini berakibat positif terhadap perkembangan psikologi , sehingga harapan hidup menjadi lebih baik . Bila seseorang telah melakukan perilaku berisiko tertular HIV , dia memilimki keberanian untuk melakukan tes HIV karena tidak takut didiskriminasi . Dengan ini para ODHA akan membukia sebuah jalan baru guna menuntaskan masalah HIV/AIDS . Hal ini juga akan menjamin kemungkinan keberhasilan program pemberantasan HIV .

5R untuk bumi tercinta

Sampah adalah barang/benda yang tak terpakai lagi . Saat ini sampai menjadi masalah utama yang belum dapat teratasi oleh waraga dunia . Padahal , sampah itu berasal dari manusia . Berbagai aktivitas manusia tak lepas dari dihasilkanya sampah . Hal ini menimbulkan banyaknya pencemaran lingkkungan .

Bagaimanapun juga ini sudah terjadi dan manusia tidak sepenuhnya dapat mencegah masalah ini . Namun , saat ini manusia dapat mengusahakan agar bumi ini menjadi lebih baik dan dapat ditinggali oleh kita lebih lama . 5R adalah usaha sederhana yang cukup ampuh untuk menekan jumlah sampah yang dihasilkan . 5R tersebut adalah :

1 . Reduce (mengurangi pemakaian) . Penghematan pemakaian di berbagai bidang .
Contoh : pengehamatan penggunaan kertas dan plastik

2 . Reuse (memakai ulang) . Memakai kembali benda - benda yang telah digunakan
Contoh : ember bekas digunakan sebagai pot bunga , plastik digunakan lagi

3 . Recycle (mendaur ulang) . Menjadikan produk baru dari bahan bekas pakai
Contoh : bottol kaca , kertas , dan plastik

4 . Replant (menanam sampah organik) . Menanam sampah yang mudah terurai oleh
dekomposer
Contoh : sayuran , buah , dan dedaunan kering

5 . Repair (memperbaiki kembali) . Benda yang rusak diperbaiki untuk digunakan lagi guna memperpanjang umur benda

Contoh : semua benda yang rusak kecuali benda organik

Sabtu, 03 April 2010

rematik

Definisi
Artritis Reumatoid (AR) salah satu dari beberapa penyakit rematik adalah suatu penyakit otoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi. Akhirnya, kondisi ini dapat pula mengenai berbagai organ tubuh.
Penyakit ini timbul akibat dari banyak faktor mulai dari genetik (keturunan) sampai pada gaya hidup kita (merokok). Salah satu teori nya adalah akibat dari sel darah putih yang berpindah dari aliran darah ke membran yang berada disekitar sendi.
Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid adalah;
  • Jenis Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1.
  • Umur.
 Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)
  • Riwayat Keluarga.
Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis rematoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.
  • Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda dari AR dapat dilihat sebagai berikut;
  • Nyeri sendi
  • Pembengkakan sendi
  • Nyeri sendi bila disentuh atau di tekan
  • Tangan kemerahan
  • Lemas
  • Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar 30 menit
  • Demam
  • Berat badan turun
Artritis reumatoid biasanya menyebabkan masalah dibeberapa sendi dalam waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil seperti, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut, panggul, rahang dan leher.
Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaaan darah rutin. Orang dengan RA pemeriksaan rasio sedimen eritrosit (ESR) cenderung meningkat, pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya proses peradangan dalam tubuh. Pemeriksaan darah lain yang biasa nya dilakukan adalah pemeriksaan antibodi seperti faktor rheumatoid dan anti-CCP.
Selain itu juga dapat dilakukan analisa cairan sendi. Dokter anda akan mengambil cairan sendi dengan menggunakan jarum steril, lalu cairan sendi akan dianalisa apakah terdapat peningkatan kadar leukosit atau tidak dan juga dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit  rematik lainnya.
Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk  melihat progesifitas penyakit RA. Dari hasil foto dapat dilihat adanya kerusakan jaringan lunak maupun tulang. Pemeriksaaan ini dapat memonitor progresifitas dan kerusakan  sendi jangka panjang.
Tata Laksana
Penyakit rheumatoid arthritis tidak dapat disembuhkan.  Tujuan dari pengobatan adalah mengurangi peradangan sendi untuk mengurangi nyeri dan mencegah atau memperlambat kerusakan sendi. Secara umum pengobatan yang dapat dilakukan adalah pemberian obat-obatan dan operasi.
Dibawah ini adalah contoh-contoh obat yang dapat diberikan;
  • NSAIDs. Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama.
  • Kortikosteroid. Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius.
  • Obat remitif (DMARD). Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan.  Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam emas.
Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan sendi.  Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah rusak.  Prosedur yang dapat dilakukan adalah artroplasti, perbaikan tendon, sinovektomi.

Obat-Obatan di dalam Kehamilan

Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui plasenta (jaringan yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai penyaring zat-zat berbahaya bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih mudah melalui plasenta dibandingkan obat yang larut dalam air. Obat-obat dengan berat molekul besar lebih  sulit melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada plasma protein mempengaruhi jumlah obat yang dapat melalui plasenta.
Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan genetik juga dapat mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang berbahaya untuk janin di satu spesies belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya, begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia dan sebaliknya). Dosis yang dipakai juga penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki pengaruh apapun, dosis sedang menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian. Waktu pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen (menyebabkan kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak memiliki efek atau menimbulkan abortus (all or nothing). Periode yang rentan dengan gangguan pembentukan organ berada pada minggu ke 3 – 8 setelah pembuahan atau 10 minggu dari periode menstruasi terakhir. Setelah periode ini, pertumbuhan janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada minggu 10 – 12. Gangguan pada periode ini dapat menyebabkan  gangguan pertumbuhan atau gangguan di sistem saraf dan alat reproduksi.
Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu, kecuali obat-obat dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer plasenta aktif harus dipertimbangkan. Terapi obat tidak perlu dihentikan selama menyusui karena jumlah yang larut di dalam ASI tidak terlalu signifikan.
Gambar 1. Obat-obatan
Jenis obat-obatan diantaranya adalah :
  1. Antibiotik dan antiinfeksi lain
  2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
  3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
  4. Analgesik (anti nyeri)
  5. Obat-obat gangguan psikiatri
  6. Vitamin dan mineral
  7. Obat-obatan Narkotik
  8. Anti kejang
  9. Obat sakit kepala
  10. Obat anti kanker
  11. Antikoagulan (pembekuan darah)
  12. Obat Anti Hipertensi

  1. Antibiotik dan antiinfeksi lain
  • Penisilin
Turunan penisilin, termasuk diantaranya amoksisilin dan ampisilin memiliki batas keamanan yang cukup luas dan toksisitas (keracunan) yang sedikit baik bagi ibu maupun janin. Penisilin adalah golongan ß-laktam yang menghambat pembentukan dinding sel bakteri. Penisilin dipakai untuk berbagai macam infeksi bakteri. Ampisilin dan amoksisilin baik untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Sefalosporin juga aman dan digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih, pielonefritis (infeksi ginjal), dan gonorea. Penisilin aman digunakan selama menyusui
  • Klindamisin
Klindamisin adalah golongan makrolida, digunakan pada infeksi bakteri anaerob dan aman untuk wanita menyusui
  • Tetrasiklin
Dapat mengakibatkan pewarnaan pada gigi janin.
  • Metronidazol
Metronidazol menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk trikomonas dan bakterial vaginosis. Aman digunakan pada wanita menyusui
  • Aminoglikosida
Aminoglikosida menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk mengatasi pielonefritis (radang pada ginjal). Bila dikonsumsi wanita hamil dapat menyebabkan ototoksisitas (gangguan pada telinga) yang berakibat gangguan pendengaran. Aman pada bayi yang disusui karena hanya sedikit jumlah obat yang melalui air susu
  • Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi ini (Bactrim) menghambat metabolisme asam folat dan baik untuk mengobati infeksi saluran kemih. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa penggunaan bactrim pada triwulan pertama berkaitan dengan sedikit peningkatan risiko kecacatan pada janin, terutama jantung dan pembuluh darah. Selain itu, bactrim dapat menyebabkan hiperbilirubinemia (peningkatan kadar bilirubin pada tubuh) sehingga berakibat kernikterus (kuning) pada bayi. Antibiotik ini aman untuk wanita menyusui
  • Eritromisin
Eritromisin dan azitromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dapat digunakan pada wanita menyusui
  • Antivirus
Acylovir tidak menimbulkan kecacatan pada janin berdasarkan penelitian pada 601 wanita hamil yang mengkonsumsi acyclovir. The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan bahwa acyclovir aman digunakan pada wanita hamil yang mengalami papaparan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus (herpes, hepatitis, varisela ).
Untuk tatalaksana penyakit HIV / AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan NNRTIs aman dikonsumsi oleh wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor (Pis) belum diteliti lebih lanjut.
  1. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-bersin, hidung tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu adalah keluhan yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat disebabkan oleh rinovirus, koronavirus, influenza virus, dan banyak lagi. Apabila keluhan ini murni disebabkan oleh virus tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka terapi menggunakan antibiotik tidak diperlukan. Obat-obatan yang paling sering digunakan untuk mengurangi gejala yang terjadi diantaranya adalah :
  • Antihistamin
Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan selama kehamilan. Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah klorfeniramin, klemastin, difenhidramin, dan doksilamin. Antihistamin generasi II  seperti loratadin, setirizin, astemizol, dan feksofenadin baru memiliki sedikit data mengenai penggunannnya selama kehamilan
  • Dekongestan
Dekongestan atau obat pelega sumbatan hidung adalah obat yang digunakan untuk meredakan gejala flu yang terjadi. Dekongestan oral (diminum) diantaranya adalah pseudoefedrin, fenilpropanolamin, dan fenilepinefrin. Pada triwulan pertama pemakaian pseudoefedrin berkaitan dengan kejadian gastroschisis karena itu sebaiknya dipikirkan alternatif penggunaaan dekongestan topikal (hanya disemprotkan di bagian tertentu tubuh, hidung) pada triwulan pertama
  • Pereda Batuk
Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum digunakan. Kebanyakan obat flu aman dikonsumsi selama menyusui
Asma merupakan penyakit saluran pernapasan atas yang kronik (jangka waktu lama) ditandai dengan peradangan pada saluran napas dan hipereaktivitas dari bronkus (lendir banyak keluar). Terapi asma dimulai dengan mengurangi paparan terhadap lingkungan yang membuat asma menjadi kambuh. Semua wanita hamil sebaiknya memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan asma diantaranya adalah :
    • Glukokortikoid
Inhalasi glukokortikoid (cara pemasukan obat melalui pernapasan, diuap) dilaporkan tidak menyebabkan kecacatan dan dapat digunakan selama menyusui. Glukokortikoid sistemik (diminum dengan reaksi pada seluruh tubuh) meningkatkan risiko bibir sumbing sebanyak 5 kali dari normal.
    • Teofilin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui
    • Sodium Kromolin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama menyusui
  1. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita hamil, termasuk diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum, intrahepatik kolestasis dalam kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi menggunakan obat diantaranya adalah :
  • Antihistamin. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil
  • Agen antidopaminergik. Beberapa obat antidopaminergik seperti proklorperazin, metoklopramid, klorpromazin, dan haloperidol aman dikonsumsi oleh wanita hamil
  • Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania hamil dan menyusui. Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan untuk wanita hamil. Misoprostol kontraindikasi untuk kehamilan
  1. Analgesik
Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi nonsteroid dan kategori opioid.
Ø  Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim untuk pembuatan prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi aspirin melebihi dosis harian terendah karena obat ini dapat melalui plasenta. Pemakaian aspirin pada triwulan pertama berkaitan dengan peningkatan risiko gastroschisis.  Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio plasenta (plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World Health Organization (WHO) memiliki perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui.
Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan. NSAIDs jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis (pembuluh darah janin) selama kehamilan sehingga tidak direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32. Penggunaan obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan oligohidramnion (cairan ketuban berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban) yang berkaitan dengan gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan selama menyusui.
Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui plasenta namun cenderung aman apabila digunakan pada dosis biasa. Asetaminofen dapat digunakan secara rutin pada semua triwulan untuk meredakan nyeri, sakit kepala, dan demam. Dapat digunakan untuk wanita menyusui.
Ø  Analgesik Opioid
Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama kehamilan. Preparat narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan dengan kecacatan pada janin selama digunakan pada dosis biasa. Apabila penggunaan obat ini dekat dengan waktu melahirkan, maka dapat menyebabkan depresi pernapasan pada janin. Narkotik yang umum digunakan adalah kodein, meperidin, dan oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika menyusui.
  1. Obat-obat gangguan psikiatri
Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan selama periode reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan imipramin digunakan untuk mengatasi depresi, kecemasan berlebih, gangguan obsesif-kompulsif, migrain, dan masalah lain. Tidak ada bukti jelas yang menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita menyusui dan wanita hamil.
The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) termasuk di dalamnya fluoksetin dan fluvoksamin tidak meningkatkan risiko kecacatan pada janin. Agen lain seperti penghambat monoamin oksidase yang digunakan untuk mengatasi depresi belum diteliti lebih lanjut mengenai keamanannya pada wanita hamil. Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers) seperti litium, asam valproat, dan karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya untuk janin). Litium tidak direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan karbamazepin berhubungan dengan peningkatan risiko neural tube defects (gangguan pada saraf). Obat untuk mengatasi kecemasan berlebih seperti benzodiazepin dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Efek pada wanita menyusui belum diketahui namun perlu diperhatikan lebih lanjut.
  1. Vitamin dan Mineral
Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita hamil dari tenaga kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat dapat mengurangi kelainan saraf. Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit ketika melahirkan dan 6 minggu pasca melahirkan. Vitamin yang terbukti teratogen adalah vitamin A ketika dikonsumsi lebih dari 10.000 IU/hari. Vitamin A dalam dosis ini dapat menyebabkan kelainan saraf. Apabila digunakan sebagai suplementasi tidak lebih dari 5000 IU/hari.
  1. Obat-obatan narkotik
Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid. Efek narkotika adalah hambatan pertumbuhan janin, kematian janin dalam kandungan, dan ketergantungan pada janin. Penggunaan kokain selama kehamilan dapat meningkatkan risiko abruptio plasenta, ketuban pecah dini, dan bayi berat lahir rendah. Amfetamin, obat yang digunakan untuk mengatasi depresi, dapat meningkatkan risiko bibir sumbing. Penggunaan obat narkotik dengan suntikan bersama dapat meningkatkan risiko Hepatitis B atau HIV/AIDS, dimana janin dapat tertular oleh virus tersebut.
Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah. Nikotin mengurangi aliran darah menuju plasenta dan meningkatkan risiko kelahiran preterm, bayi berat lahir rendah, dan kematian mendadak pada janin. Alkohol pada wanita hamil dapat menyebabkan sindroma alkohol janin yang ditandai dengan perubahan kraniofasial (tulang kepala dan wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada batas aman untuk konsumsi alkohol selama kehamilan.
  1. Anti Kejang
Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama kehamilan. Semua obat antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki potensi teratogen. Penelitian membuktikan bahwa obat antiepilepsi dapat menyebabkan cacat bawaan. Fenitoin (Dilantin) dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Karbamazepin dapat meningkatkan risiko spina bifida. Fenobarbital dapat mengakibatkan kelainan jantung bawaan dan sumbing orofasial (bibir dan wajah). Asam valproat memiliki risiko peningkatan 1-2% kelainan spina bifida. Obat antiepilepsi diatas dapat digunakan selama menyusui.
Gambar 2. Obat yang bersifat Teratogen
  1. Obat Sakit Kepala
Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat digunakan untuk mengobati sakit kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk migrain yaitu ergotamin tidak memiliki sifat yang berbahaya bagi janin. Obat ini dapat merangsang kontraksi rahim sehingga dapat menyebabkan prematur janin.
  1. Obat anti kanker
Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker payudara. kanker leher rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan kanker usus besar serta kanker indung telur. Obat kemoterapi seperti metotreksat dapat memiliki potensi bahaya bagi janin. Obat ini dapat menyebabkan kecacatan pada janin bila digunakan pada triwulan pertama. Selain itu, obat kemoterapi dapat masuk ke dalam ASI sehingga menyusui tidak diperkenankan bagi ibu yang menggunakan obat kemoterapi. Terapi pada wanita hamil dengan kanker harus didiskusikan dengan tenaga kesehatan masing-masing.
  1. Antikoagulan (anti pembekuan darah)
Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi bagi wanita hamil dan setelah melahirkan. Antikoagulan digunakan untuk mengatasi tromboemboli serta penyakit jantung akibat kelainan katup. Penggunaan antikoagulan oral (warfarin) dapat mengakibatkan efek teratogen pada janin. Obat ini dapat melalui plasenta dan menekan vitamin K yang diperlukan sebagai agen pembekuan darah.  Antikoagulan lain adalah heparin yang tidak dapat melalui plasenta pada dosis berapapun sehingga tidak bersifat teratogen. Kedua jenis antikoagulan ini dapat digunakan selama menyusui.
  1. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan kedua dan ketiga dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan oligohidramnion (berkurangnya cairan ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan. Penghambat pompa kalsium (amlodipin, diltiazem, nifedipin) dapat mengakibatkan hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan dengan hipotensi maternal (tekanan darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β (propranolol, labetolol) dapat menyebabkan bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin maupun bayi baru lahir. Golongan diuretik (asetazolamid) dapat mengakibatkan gangguan elektrolit pada janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan gangguan sistem renin-angiotensin sehingga menyebabkan kematian pada janin.
Gambar 3. Minum Obat selama Kehamilan
Kesimpulan
Pada umumnya obat-obatan aman untuk digunakan dalam masa kehamilan, termasuk diantaranya antibiotik, obat untuk saluran pernapasan atas, dan keluhan saluran cerna
Beberapa obat diketahui memiliki efek teratogen (membuat cacat pada janin), termasuk diantaranya Penghambat ACE (obat antihipertensi), isotretinoin (obat jerawat), alkohol, antibiotik tetrasiklin, doksisiklin, dan streptomisin, antikoagulan, litium, obat antikejang, beberapa obat antineoplasma, vitamin A dan turunannya, obat antitiroid, kokain, dan thalidomide.
Kebanyakan obat aman untuk digunakan dalam masa menyusui karena jumlah yang muncul di air susu bersifat subterapeutik, sekitar 1 – 2% dari dosis ibu, kecuali litium.

kusta

Definisi
Kusta adalah penyakit infeksi yang berlangsung dalam waktu lama, penyebabnya adalah Mycobacterium leprae. Menyerang saraf tepi sebagai tujuan pertama, lalu kulit dan saluran pernapasan bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Nama lainnya adalah Lepra atau Morbus Hansen
Penyebab
Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang di temukan G.A. HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, tahan asam dan alkohol, serta dengan pewarnaan giemsa akan menunjukkan hasil Gram positif (berwarna ungu).
Klasifikasi
Jenis klasifikasi yang umum
  1. Klasifikasi Internasional : Klasifikasi Madrid (1953)
  • Indeterminate (I)
  • Tuberkuloid (T)
  • Borderline-Dimorphous (B)
  • Lepromatosa (L)
  1. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klaisfikasi Ridley-Jopling (1962)
  • Tuberkuloid (TT)
  • Borderline tuberkuloid (BT)
  • Mid-borderline (BB)
  • Borderline lepromatous (BL)
  • Lepromatosa (LL)
  1. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta : Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988)
  • Pausibasiler (PB) à hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan pemeriksaan BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid
  • Multibasiler (MB) à termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan pemeriksaan BTA positif
 Gejala Klinis
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran tanda dan gejala yang dimiliki. Di antara semuanya, diagnosis secara klinislah yang terpenting dan paling sederhana. Hasil pemeriksaan bakteri memerlukan waktu yang paling sedikit 15-30 menit, sedang pemeriksaan sel memerlukan 3-7 hari. Kalau masih memungkinkan, baik juga dilakukan tes lepromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, yang hasilnya baru dapat diketahui setelah 3-4 minggu. Tidak cukup hanya sampai diagnosis kusta saja, tetapi perlu ditentukan tipenya, sebab penting untuk terapinya.
Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat tubuh. Orang awam pun dengan mudah dapat menduga kearah penyakit kusta. Yang penting setidak-tidaknya dapat menduga ke arah penyakit kusta, terutama bagi kelainan kulit yang berupa perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang), hiperpigmentasi (warna kulit menjadi lebih gelap), dan eritematosa (kemerahan pada kulit).
Gejala lain dari penyakit kusta adalah hilangnya sensasi rasa. Hal ini dengan mudah dapat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik terhadap rasa nyeri, kapas terhadap rasa raba.
Mengenai saraf tepi yang perlu diperhatikan ialah pembesarannya, kekenyalannya, dan nyeri atau tidak. Hanya beberapa saraf yang berada di permukaan kulit yang dapat dan perlu diperiksa, yaitu antara lain Nervus (saraf). Fasialis, N. aurikularis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N. medianus, N. poplitea lateralis, N. tibialis posterior
Kecacatan pada kusta, sesuai dengan mekanisme kejadiannya, dapat dibagi dalam deformitas primer dan sekunder. Yang primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa saluran pernapasan atas, tulang-tulang jari, dan muka. Yang sekunder sebagai akibat kerusakan saraf. Umumnya kecacatan oleh karena keduanya, tetapi terutama oleh yang sekunder.
Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda cardinal (tanda utama) yaitu:
  1. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang) atau eritematosa (kemerahan pada kulit), makula (mendatar) atau plak (meninggi). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.

                   
Gambar 1. Bercak Eritematosa      
              
                      Gambar 2. Bercak Hipopigmentasi         
  1. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu:
    1. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
    2. Gangguan fungsi motoris: kelumpuhan
    3. Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, bengkak, pertumbuhan rambut yang terganggu.
  1. Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf.
 Pemeriksaan Penunjang
  1. Pemeriksaan bakterioskopik (bakteri di laboratorium)
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap bakteri tahan asam, antara lain dengan Ziehl Neelsen. Pemeriksaan bakteri negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M. leprae.
Pertama-tama kita harus memilih tempat-tempat di kulit yang diharapkan paling padat oleh bakteri, setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tempat yang akan diambil. Untuk pemeriksaan rutin biasanya diambil dari minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 tempat lain yang paling aktif, berarti yang paling merah di kulit dan infiltratif
  1. Pemeriksaan histopatologi (jaringan sel abnormal)
Diagnosis penyakit kusta biasanya dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis secara teliti dan pemeriksaan bakterioskopis. Pada sebagian kecil kasus bila diagnosis masih meragukan, pemeriksaan histopatologis dapat membantu. Pemeriksaan ini sangat membantu khususnya pada anak-anak bila pemeriksaan saraf sensoris sulit dilakukan, juga pada lesi dini contohnya pada tipe indeterminate, serta untuk menentukan tipe yang tepat.
      3.   Pemeriksaan serologis
Kegagalan pembiakan dan isolasi kuman M. leprae mengakibatkan diagnosis serologis merupakan alternatif yang paling diharapkan. Beberapa tes serologis yang banyak digunakan untuk mendiagnosis kusta adalah :
  • tes FLA-ABS
  • tes ELISA
  • tes MLPA untuk mengukur kadar antibodi Ig G yang telah terbentuk di dalam tubuh pasien, titer dapat ditentukan secara kuantitatif dan kualitatif.
 Pengobatan
1.       DDS (Dapsone).
  • Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone.
  • Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100 mg/tablet.
  • Sifat bakteriostatik yaitu menghalang/menghambat pertumbuhan kuman kusta.
  • Dosis : dewasa 100 mg/hari, anak-anak 1-2 mg/kg berat badan/hari.
  • Efek samping jarang terjadi, berupa anemia hemolitik.
  • Manifestasi kulit (alergi) seperti halnya obat lain, seseorang dapat alergi terhadap obat ini. Bila hal ini terjadi harus diperiksa dokter untuk dipertimbangkan apakah obat harus distop.
  • Manifestasi saluran pencernaan makanan : tidak mau makan, mual, muntah.
  • Manifestasi urat syaraf; gangguan saraf tepi, sakit kepala vertigo, penglihatan kabur, sulit tidur, gangguan kejiwaan. 
2.       Lamperene (B663) juga disebut Clofazimine.
  • Bentuk : kapsul warna coklat.Ada takaran 50 mg/kapsul dan 100 mg/kaps.
  • Sifat : bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman kusta dan anti reaksi (menekan reaksi).
  • Dosis : untuk dipergunakan dalam pengobatan kombinasi,lihat pada regimen pengobatan MDT.
  • Efek sampingan :
  • Gangguan pencernaan berupa diare, nyeri pada lambung.
3.       Rifampicin.
  • Bentuk : Kapsul atau tablet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600 mg.
  • Sifat : Bakteriosid (Mematikan kuman kusta)
  • Dosis : Untuk dipergunakan dalam pengobatan kombinasi,lihat pada regimen pengobatan MDT. Untuk anak-anak dosisnya adalah 10-15 mg/kg berat badan.
  • Efek samping : dapat menimbulkan kerusakan pada hati dan ginjal. Dengan pemberian Rifampicin 600 mg/bulan tidak berbahanya bagi hati dan ginjal (kecuali ada tanda-tanda penyakit sebelumnya). Sebelum pemberian obat ini perlu dilakukan tes fungsi hati apabila ada gejala-gejala yang mencurigakan. Perlu diberitahukan kepada penderita bahwa air seni akan berwarna merah bila minum obat. Efek samping lain adalah tanda-tanda seperti influenza (flu Syndrom) yaitu badan panas,beringus,lemah dan lain-lain,yang akan hilang bilamana diberikan obat penghilang gejala. Pengobatan Rifampicin supaya dihentikan sementara bila timbul gejala gangguan fungsi hati dan dapat dilanjutkan kembali bila fungsi hati sudah normal.
4.       Prednison.
  Obat ini digunakan untuk penanganan/pengobatan reaksi.
5.       Sulfat Ferrosus.
  Obat tambahan untuk pederita kusta yang Anemia Berat.
6.       Vitamin A.
  Obat ini digunakan untuk menyehatkan kulit yang bersisik (Ichthiosis).
Pencegahan Cacat Kusta
Prinsip yang penting pada perawatan sendiri untuk pencegahan cacat kusta adalah  :
  • pasien mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat risiko terjadinya luka
  • pasien dapat melakukan perawatan kulit (merendam, menggosok, melumasi) dan melatih sendi bila mulai kaku
penyembuhan luka dapat dilakukan oleh pasien sendiri dengan membersihkan luka, mengurangi tekanan pada luka dengan cara istirahat